Setelah hujan yang membuat beberapa tetesan air yang deras di langit-langit kamar,membuat bak plastik dan timba dikorbankan untuk menerima tetesan demi tetesan yang tidak di kehendaki. hujan berhenti berisik yang berirama itu sudah tak ada lagi.
Aspal yang basah,langit yang belum kembali cerah,para manusia merdeka untuk keluar rumah tak terpenjara hujan.
Sayup lagu pink floyd terdengar merdu memapah otakku kembali pada masa remaja,masa -masa banyak harapan,banyak keinginan,masa dimana hidup mulai menunjukkan riak-riak nya.
kenakalan-kenakalan yang terjadi dibalik impulsifitas yang disebabkan reaksi pertumbuhan yang tak tersadari pada saat itu.
Ruang-ruang temaram dalam kalbu merangsang keegoisan pencarian dalam bentuk petualangan-petualangan yang penuh justifikasi
Seragam sekolah,sepatu hitam,rambut yang dicepak paksa, gairah untuk sekolah yang runtuh.,Kelas 3 SMA pertanyaan tentang siapa aku mengantarkanku pada pencarian.
Hidup dalam suasana menyenangkan tapi tidak menenangkan.
Banyak sekali pertanyaan existensialis tentang realitas diri. saat itu setahun setelah Atheismeku tumbuh subur..
Absensi dalam kelas hampir berbanding dengan absensiku di bangku belakang kelas dan perpustakaan.
Kelas terasa seperti sebuah tempat yang tak menarik lagi,penuh ketimpangan,penuh dusta,ilmu pengetahuan yang cacat dan lingkungan yang buruk untuk sebuah pencarianku..
Pasca ugal-ugalan,narkoba dan perkelahian-perkelahian konyol yang hanya demi kepuasaan pelampiasan emosi.
Saat itu yang terasa adalah merasa sendiri di balik keramaian dan keceriaan putih abu-abu.
Kenakalan-kenakalan yang berbahaya sudah lewat berganti dengan kearogansian pemikiran,merasa benar,merasa lebih,merasa jauh dari kemunafikan.
Punya aktifitas baru yaitu menghujat segala macam yang tidak sesuai dengan Kebenaran dalam versi kebenaranku.
Berjalan sendiri,merasa benar sendiri...
Ujian Akhir Nasional (EBTANAS) adalah puncaknya, lembar jawaban tak terisi sama sekali,rasanya muak dengan ini sistem pendidikan yang busuk, lembar ujian tak terisi tapi di akhir jam pasti sudah terisi penuh karena dorongan dari penjaga ujian agar segera menyelasaikan,dengan arogan aku menatap mata penjaga dan mengisi semua jawaban tanpa melihat soal..
betapa kesepiannya kalau teringat saat itu...
Sayup lagu pink floyd terdengar merdu memapah otakku kembali pada masa remaja,masa -masa banyak harapan,banyak keinginan,masa dimana hidup mulai menunjukkan riak-riak nya.
kenakalan-kenakalan yang terjadi dibalik impulsifitas yang disebabkan reaksi pertumbuhan yang tak tersadari pada saat itu.
Ruang-ruang temaram dalam kalbu merangsang keegoisan pencarian dalam bentuk petualangan-petualangan yang penuh justifikasi
Seragam sekolah,sepatu hitam,rambut yang dicepak paksa, gairah untuk sekolah yang runtuh.,Kelas 3 SMA pertanyaan tentang siapa aku mengantarkanku pada pencarian.
Hidup dalam suasana menyenangkan tapi tidak menenangkan.
Banyak sekali pertanyaan existensialis tentang realitas diri. saat itu setahun setelah Atheismeku tumbuh subur..
Absensi dalam kelas hampir berbanding dengan absensiku di bangku belakang kelas dan perpustakaan.
Kelas terasa seperti sebuah tempat yang tak menarik lagi,penuh ketimpangan,penuh dusta,ilmu pengetahuan yang cacat dan lingkungan yang buruk untuk sebuah pencarianku..
Pasca ugal-ugalan,narkoba dan perkelahian-perkelahian konyol yang hanya demi kepuasaan pelampiasan emosi.
Saat itu yang terasa adalah merasa sendiri di balik keramaian dan keceriaan putih abu-abu.
Kenakalan-kenakalan yang berbahaya sudah lewat berganti dengan kearogansian pemikiran,merasa benar,merasa lebih,merasa jauh dari kemunafikan.
Punya aktifitas baru yaitu menghujat segala macam yang tidak sesuai dengan Kebenaran dalam versi kebenaranku.
Berjalan sendiri,merasa benar sendiri...
Kesepian yang saat itu terasa, teman hanya akan datang pada saat setuju dengan pendapatku,dan tak lama menjauh karena tak sependapat.
Guru terlihat seperti teladan sesat yang akan membawa kawan-kawanku menjadi generasi yang sama bejatnya,koruptor,penindas dan penghasut serta penyembah kertas dan logam berangka..
Ujian Akhir Nasional (EBTANAS) adalah puncaknya, lembar jawaban tak terisi sama sekali,rasanya muak dengan ini sistem pendidikan yang busuk, lembar ujian tak terisi tapi di akhir jam pasti sudah terisi penuh karena dorongan dari penjaga ujian agar segera menyelasaikan,dengan arogan aku menatap mata penjaga dan mengisi semua jawaban tanpa melihat soal..
betapa kesepiannya kalau teringat saat itu...
Kita pernah melewati jembatan yang sama. Sama sama disepakati bernama jembatan kesepian. Akhirnya kita kembali berjalan di makadam, kadang di setapak yang berkelok. Sayang kawan, ternyata masih ada jembatan lagi, dengan nama yang lain. Kali ini bernama jembatan kesetiaan..
BalasHapusWah, melu2 puitis ayas Net, haha....